Anemone
Menurut legenda, bunga Anemone merupakan bunga
yang tumbuh langsung dari darah dewa Romawi Adonis, yang merupakan dewa
tumbuhan.Bunga yang memiliki banyak warna dan indah ini biasanya
mempresentasikan suatu langkah antisipasi untuk hal-hal yan tak terduga. Kirimkan
rangkaian bunga Anemone terhadap sahabat, kekasih atau pun relasi anda pada
saat mereka akan menghadapi hal-hal yang baru dan mendebarkan, dengan
rangakaian bunga Anemone ini akan membantu menenangkan sel-sel syaraf yang
tegang.
Anemone
terdiri dari beberapa jenis dan hanya dua jenis yang akan ditampilkan di sini:
Anemone Nemorosa dan Anemone Blanda. Anemone Nemorosa berikut biasa disebut
Wood Anemone, Windflower, European Timbleweed dan Smell Fox.
Anemone Nemorosa menyembul dari
selah-selah batang pohon yang sudah mati.Ada yang sendiri.Ada yang berdua dan
bertiga yang kecil dengan 6 (kadang 7) kelopak bercengkerama dengan serangga
kecil. Yang besar, yang berkelopak delapan, bercanda-ria dengan serangga yang
lebih besar.
Anemone Blanda atau Greek Windflower
berikut mempunyai 16 helai kelopak.Seperti halnya keluarga Anemone Nemorosa,
Anemone Blanda yang tidak ada kaitandengan negeri Belanda iniada yang hidup dan
mekar sendiri,berpasanganataupun berkelompok.Selain berwarna putih, Anemone
Blanda ada juga yangberwarna biru terangdan biru ke-ungu-unguan.Anemone
berwarna terang ini pun ada yang hidup berkelompok,bergandengan,dan
sendirian.Anemone Blanda yang berwarna putihmaupun biru ini,tak jarang dihinggapi
oleh seranggayang menyukai serbuk madu bunga tersebut.
Menurut Wikipedia, Anemone tidak berbau
dan tidak memiliki nektar atau sari bunga sebagai alat penarik serangga. Sumber
yang sama menyebutkan bahwa beberapa ahli menemukan bunga Anemone melakukan penyerbukkan
sendiri dalam artian serbuk sarinya berasal dari bunga yang sama. Masih menurut
Wikipedia, pada tahun 1985, Shirreffs membuktikan bahwa bunga ini diserbuki
oleh serangga dan kumbang yang datang untuk mengisap madu. (Dalam ilmu biologi,
peristiwa penyerbukkan dengan perantaraan serangga ini disebut entomogami.)
Kedua gambar terakhir mungkin dapat memberi ilustrasi bahwa ada serangga dan
kumbang yang hinggap di bunga Anemone ini.
Serangga bukanlah satu-satunya
perantara dalam mensukseskan penyerbukkan dan pembuahan pada tumbuh-tumbuhan.
Angin, air dan manusia pun dapat berfungsi sebagai perantara yang sudah
direncanakan oleh Sang Pencipta demi kelangsungan hidup ekosistim. Apapun atau
siapapun perantaranya, fungsi bunga dalam hal ini dapat dikatakan “pasif,”
sementara itu angin, air dan manusia boleh disebut “aktif” karena posisinya
yang dapat “bergerak”. Akan tetapi, apabila manusia menjadi perantaranya,
keaktifan ini tentu saja ada yang mempunyai unsur kesengajaan dan ada yang
direncanakan. Dengan kemampuan intelektualnya, manusia, pria dan wanita, boleh
dikata dapat “mengatur” angin, serangga dan air untuk menjadi perantara. Dengan
kata lain, untuk dapat berkembang-biak, tanaman membutuhkan peran aktif dari
manusia, termasuk perantara lain seperti air, serangga dan angin.
Berbicara mengenai bunga dan wanita,
wanitalah yang acapkali diidentikkan dengan bunga, sedangkan pria, kumbang.
Pertanyaannya apakah seluruh wanita mau dan suka disamakan dengan bunga yang
“pasif?” Tradisi sudah mewariskan bahwa prialah yang membeli/memberi bunga
kepada wanita bukan sebaliknya. Bahkan ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang
berbunyi: Say it with flowers.
Pada awal sejarahnya, di zaman Victoria
Inggris, bunga (dan juga tanaman, biasanya yang ada dalam pot) digunakan secara
aktif, baik oleh pria dan wanita, untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran
mereka. Dalam perkembangannya, di negara-negara tertentu, misalnya Indonesia,
untuk urusan bunga ini sepertinya hanya prianyalah yang berperan aktif.
Maksudnya ada pengertian umum bahwa prialah yang membeli dan memberi bunga
kepada wanita. Prialah yang dapat menyatakan pikiran dan perasaannya melalui
bunga. Sementara itu wanita “ditakdirkan” sebagai si penerima dan menjadi
harapan sesuai dengan bunga yang direpresentasikan oleh si pemberi.
“Pergeseran” kebiasaan ini tentu saja tak lepas dari perilaku konsumen, peranan
media dan advertising gimmicks.
Kembali kepada para pemeran aktif dalam
penyerbukkan Anemone, air, angin, dan hewan mungkin dapat dikatakan sebagai
perantara anonim, yang mungkin jarang atau bahkan tidak pernah bicara, dikutip,
dicatat maupun ditelusuri dalam sejarah secara spesifik. Mereka adalah
“perantara silent” yang kadang merangkap sebagai penikmat bunga. Dilain pihak,
manusia sebagai perantara relatif lebih sering diidentifikasikan dengan nama
dan bahkan dikaitkan dengan profesinya sekaligus.
Seberapa pentingnyakah peran para
anonim? Sampai sejauh manakah anonimitas seseorang dapat terjaga? Menjadi dan
memutuskan menjadi anonim, sudah menjadi hak tiap individu dan kita harus
menghormatinya. Anonymous dalam pakem jurnalisme juga berlaku. Sering kita
membaca suatu reportase dimana tertulis “dari sumber yang dapat dipercaya” atau
“dari seseorang yang keberatan namanya dicantumkan.” Apakah keakuratan sumber
berita tersebut serta-merta kita ragukan? Tentu saja kita tak dapat menutup
mata pada kenyataan dimana ada kasus anonimitas yang tak dapat diandalkan dan
tidak bisa dipertanggung-jawabkan alias fiktif, non-existing, yang bukannya
membawa nikmat, tetapi sengsara bahkan huru-hara.
Terkadang kita juga membaca dan melihat
wawancara yang sebagian sifatnya off the record, masih adakah celah untuk
mempublikasikannya? Nara sumber kadangkala perlu untuk menegaskan posisinya
terkait dengan komentar atau argumen yang disampaikan dengan menyatakan bahwa
tulisannya atau pendapatnya merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili
instansi atau afiliasi yang berhubungan dengan dirinya.
Pendapat atau komentar yang anonim
dapat menguntungkan bagi komentator dan yang dikomentari. Kritik atau pujian
bisa dilancarkan dengan jitu, kritis dan tepat pada sasaran (baca: pada esensi
tulisan), tanpa dibayangi oleh rasa ewuh-pekewuh, rasa tak nyaman dan lepas
dari “kebudayaan” lip-service dalam mengungkapkan pendapat kita terhadap wacana
yang sedang dibahas.
Ketika mencari lirik dan judul lagu
seperti dikutip diawal tulisan ini, terkuaklah sedikit fungsi dan peran dari
anonim ini, yang dimulai dari pencarian lirik lagu Mawar Merah hingga
“bersirobok” dengan Jacques Derrida. Dalam salah satu tulisannya di
SmritaCharita yang berjudul Derrida Tiada Akhir, si penulis, Maya Notodisurjo,
menyatakan:
“Anonimitas lawan bicara dalam banyak
kasus adalah sesuatu yang bagus, karena membuat kita lebih fokus pada
tulisannya. Mengurangi bias dari persepsi kita tentang siapa yang bicara.”
Sebagai tambahan, apabila kita
benar-benar ingin mencerdaskan bangsa dan negara, ingin mengajak suatu
kominitas untuk membudayakan menulis dan mengeluarkan pendapat, ingin belajar
berdemokrasi, selaiknyalah kita memberi kebebasan untuk berargumentasi yang
“bebas” dan “sehat” tanpa terbelenggu oleh batasan-batasan yang mengikat kita
dalam perbedaan senioritas, gender, domisili, serta atribut lainnya.
Membahas mengenai Perang Melawan
Kebodohan, Rajawali menulis di Apakabar dan menyimpulkan: “Jadi anonimitas itu
atribut penting untuk menjaga kebebasan beradu kepala.”
Apabila ada Anemone tumbuh di hutan,
selain daripada nature lover, mungkin sebagian besar dari kita tidak begitu
memperdulikannya. Apabila Anemone itu tumbuh di halaman orang lain, ada baiknya
kita membiarkan segala nasib tentang Anemone itu di tangan pemiliknya.
Apabila kita memperoleh kepercayaan
untuk memelihara tanaman Anemone ini, sangat logis dan masuk akal sekali
apabila kita memperlakukan bunga itu sesuai dengan kehendak dan harapan kita.
Apakah kita mau memberinya pupuk, memangkasnya, atau memindahkannya ke dalam
pot mewah semua keputusan itu ada ditangan kita. Namun, meskipun kita berperan
sebagai pemain/pemilik tunggal atau pemegang saham, seyogjanya kita perlu
mengenal kata “kompromi.” Kompromi yang berazaskan “mayoritas” (majority rule)
dan mayoritas yang didasari oleh (hitam di atas putih) data statistik, polling
dan mungkin oleh SMS.
0 komentar:
Posting Komentar